
Sn – Jakarta – Kritik yang dilontarkan oleh Mahfud MD terhadap Presiden Joko Widodo, yang menuding bahwa demokrasi dan konstitusi telah dirusak, memicu perdebatan di tengah masyarakat.
Namun, pertanyaan mendasar yang perlu dijawab adalah: demokrasi yang rusak menurut siapa? Konstitusi yang dilanggar di bagian mana?
Hingga saat ini, konstitusi tetap menjadi rujukan utama dalam seluruh proses politik formal di Indonesia, mulai dari pemilu, peralihan kekuasaan yang damai, hingga mekanisme checks and balances.
Fakta Demokrasi di Era Jokowi
1. Pemilu Bebas dan Partisipasi Rakyat: Pemilu tetap digelar secara bebas, dengan jutaan rakyat berpartisipasi di TPS untuk memilih pemimpin mereka.
2. Kebebasan Partai Oposisi: Partai oposisi tetap bebas menyuarakan kritik, bahkan menuding presiden tanpa batas.
3. Media yang Aktif: Media masih menjalankan fungsi kritiknya, bahkan berlebihan, tanpa adanya pembredelan.
4. Mahkamah Konstitusi yang Berfungsi: Mahkamah Konstitusi tetap bekerja, bahkan menghukum Ketua MK saat ditemukan pelanggaran etik, membuktikan bahwa sistem koreksi berjalan dengan baik.
Kemajuan di Era Jokowi
Di bawah kepemimpinan Jokowi, sejumlah langkah telah diambil untuk memperkuat konstitusi dan demokrasi:
– UU IKN: Disahkan melalui prosedur legislatif resmi, menunjukkan komitmen terhadap proses hukum.
-Reformasi Pelayanan Publik Digitalisasi layanan dan Dana Desa menjadi bukti nyata peningkatan efisiensi.
Netralitas Aparat di Pemilu 2024 Pengawasan ketat oleh publik dan media memastikan transparansi dalam proses pemilu.
Kritik Mahfud MD: Ego atau Fakta?
Jika Mahfud MD merasa demokrasi rusak, mungkin karena ruang untuk manuver politik personal semakin sempit. Demokrasi bukan rusak—demokrasi hanya tidak memberi panggung pada ambisi yang tidak lagi dipercaya oleh rakyat. Menuduh Jokowi merusak demokrasi tanpa bukti konkret lebih terlihat sebagai narasi untuk menciptakan kegaduhan daripada kritik yang konstruktif.
Konstitusi Indonesia bukanlah milik satu orang, melainkan milik bersama. Selama dijaga melalui proses hukum dan pemilu yang sah, tidak ada yang merusak demokrasi—kecuali narasi yang mencoba menciptakan ketidakstabilan untuk kepentingan tertentu.
Jokowi mungkin tidak sempurna, tetapi menuduhnya merusak demokrasi tanpa bukti konkret hanyalah cara untuk menghindari pertanyaan internal yang lebih mendalam