Siasatnusantara.com – Memang betul apa yang pernah disampaikan oleh mantan Presiden Amerika Abraham Lincloln. ‘Jika kamu ingin menguji karakter seseorang, beri dia kekuasaan’.
Bahkan Tuhan pun melakukan hal itu. Seseorang yang diuji dengan kekuasaan oleh sang Pencipta tersebut adalah Nabi Sulaiman.
Bagaimana tidak, biasanya para Nabi itu hidupnya susah, penuh dengan perjuangan. Seperti Nabi Ayub kena penyakit cacar selama bertahun-tahun dan Nabi yunus ditelan ikan paus selama 40 hari.
Sementara Sulaiman, harta, tahta dan wanita dia punya semua. Ia disebut orang terkaya di muka bumi ini dengan harta kekayaan lebih dari Rp 5.000 triliun.
Kerajaan yang dia miliki pun amat megah. Kemewahannya mengalahkan singgasana Ratu Balqis yang banyak dipuji orang sebagai istana kerajaan terbaik pada zamannya.
Sulaiman juga bisa bicara sama hewan khususnya sama burung dan semut, punya tentara tidak hanya dari kalangan manusia tapi ada juga dari kalangan jin serta burung, mampu menawan setan dan memperintahkannya untuk membangun serta mencairkan tembaga, dll.
Kalau istrinya jangan ditanya. Sudah pasti cantik jelita. Ada Ratu Balqis dan ada pula Jaradah binti Shaidun, dll
Yang dengan memiliki segalanya ini sebenarnya sangat mendekatkan seseorang pada kesombongan dan keserakahan. Tapi ternyata Sulaiman tidak. Ia tetap mengatakan bahwa semua itu adalah anugerah dari Allah SWT.
Artinya apa? Karakter sejati si Sulaiman ini sudah terbukti. Tidak serakah dan tidak pula takabur seperti Qarun.
Itu yang lolos ujian kekuasaan lho. Sementara yang tidak lolos ada banyak banget contohnya di negeri plus 62 ini.
Bahkan mungkin kita sendiri ada yang punya tetangga sombongnya selangit. Padahal baru punya mobil Wuling doang. Itu pun bisa didapat karena kredit. Dan DP-nya dari jual tanah warisan.
Lantas, siapakah contoh orang yang tidak lolos melewati ujian kekuasaan itu?
Lagi-lagi ada banyak. Tapi penulis pengen ambil sampel 4 saja dulu yakni M Taufik dan M Sanusi serta Rahmat Yasin dan Ade Yasin.
Pertanyaannya, kenapa keempat orang itu dijadikan contoh?
Karena mereka unik. Kakak beradik. Sama-sama diberi kekuasaan oleh Tuhan dan sama-sama bermasalah.
Pertama kita
Kedua orang ini bisa dibilang cukup beruntung. Pasalnya mereka bisa mendapatkan pekerjaan yang layak.
M Taufik kini jadi anggota DPRD DKI. Sebelumnya ia menjabat sebagai wakil ketua dewan tersebut.
Dan jauh sebelum itu, si Taufik ini pernah menjabat sebagai Ketua KPU DKI.
Nah, saat jadi Ketua KPU itulah karakter aslinya mulai kelihatan yakni rakus. Ia kala itu terjerat kasus korupsi logistik Pemilu. Hingga divonis 18 bulan penjara oleh Majelis Hakim.
Sementara M Sanusi, pernah menjabat sebagai Ketua Komisi D dan dan Ketua Fraksi Gerindra di DPRD DKI.
Usianya saat duduk di dewan kala itu juga terbilang masih cukup muda yakni 44 tahun. Tapi semuanya sirna ketika ia tergoda untuk menerima suap proyek reklamasi dari pengusaha.
Ia pun dapat hadiah vonis 10 tahun penjara dari Majelis Hakim. Namun disunat 3 tahun oleh Mahkama Agung.
Dua bersaudara masuk penjara gara-gara korupsi. Benar-benar bikin malu keluarga.
Begitupun dengan Rahmat Yasin, sudah dipercaya menjabat sebagai Ketua Komisi C DPRD Bogor, Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Bupati Bogor dua periode. Masih juga gak bersyukur atas nikmat yang Tuhan berikan.
Kasusnya pun cukup banyak selama diberi kekuaasan. Mulai dari menerima suap alih fungsi hutan lindung kawasan Puncak Bogor, menerima gratifikasi tanah seluas 20 Ha dan mobil senilai Rp 825 juta, menerima gratifikasi uang Rp 8,9 miliar untuk kepentingan Pilkada Bogor, hingga tersandung kasus perampasan lahan di desa Singasari, Jonggol.
Memang betul kata Mahatma Gandhi, ‘dunia ini cukup untuk menghidupi semua orang tapi tidak cukup untuk satu orang yang serakah’.
Sekarang si Rahmat Yasin ini masih mendekam di penjara akibat keserakahannya itu.
Eh seperti gak belajar dari abangnya, Ade Yasin ikut-ikutan korupsi.
Padahal bisa dibilang hidupnya sudah sejahtera lho. Apalagi seluruh kebutuhannya ditanggung oleh negara lantaran menjabat sebagai Bupati Bogor. Masih juga melakukan hal yang dilarang oleh agama dan negara.
Ade ini disebut menyuap oknum pegawai BPK Jabar terakait pengurusan laporan keuangan Pemda Bogor tahun anggaran 2021.
Cadas………..
Memang betul kata Ahok dulu, di BPK itu ada banyak oknum yang bermain.
Biasanya para pejabat menyuap pemain di BPK ini dalam rangka untuk mendapatkan opini WTP.
Jadi belajar dari sini, instansi yang dapat opini WTP belum tentu pengelolaan anggarannya lebih baik dari yang tidak dapat.
Karena bisa saja kepala daerah enggan menyuap oknum yang ada di BPK sehingga tidak dapat penghargaan itu. Seperti yang dilakukan oleh Ahok dulu. (Red)