Kontroversi Penonaktifan Kapolres Belawan Setelah Tindakan “Tembak di Tempat” 

Belawan, Sumatera Utara || Sebuah peristiwa yang memicu perdebatan di berbagai kalangan terjadi beberapa waktu lalu. Kapolres Belawan, AKBP Oloan Siahaan, dinonaktifkan dari jabatannya setelah ia melepaskan tembakan yang menyebabkan seorang remaja berusia 15 tahun meninggal dunia.

Insiden ini terjadi ketika mobil dinasnya diadang dan diserang oleh sekelompok pemuda bersenjata tajam di Tol Belmera, Medan Belawan. Oloan berusaha memberikan tembakan peringatan, tetapi akhirnya mengenai salah satu dari mereka.

Perintah Kapolda & Kapolri Sebelumnya  “Tembak di Tempat” dan Dampaknya di Lapangan

Dalam beberapa kesempatan, pimpinan Polri seperti Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kapolda Sumut Irjen Whisnu Hermawan Februanto sebelumnya telah memberikan pernyataan tegas mengenai pemberantasan premanisme dan geng motor yang meresahkan masyarakat.

Bahkan, pernyataan seperti “jika ada preman di jalanan, geng motor, dan sudah melanggar hukum serta membahayakan nyawa, saya perintahkan tembak di tempat,” sempat menjadi sorotan publik. Pernyataan ini menunjukkan sikap keras pihak kepolisian dalam menangani tindak kriminal yang meresahkan warga.

Namun, ketika AKBP Oloan menjalankan tindakan yang sesuai dengan semangat perintah tersebut, ia malah dinonaktifkan dan diperiksa oleh Propam Mabes Polri. Keputusan ini menimbulkan tanda tanya besar: apakah perintah dari pimpinan Polri benar-benar memiliki kekuatan hukum, atau hanya sekadar pernyataan tanpa dasar hukum yang jelas?

Seharusnya para pemberi perintah

Banyak pihak mempertanyakan mengapa seorang perwira yang berusaha menjaga keamanan dengan tindakan tegas justru mendapat sanksi dari institusinya sendiri.

Reaksi Masyarakat dan Komunitas Hukum

Penonaktifan Kapolres Belawan mendapatkan berbagai respons dari masyarakat dan komunitas hukum. Ketua Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) dan ketua umum pejuang Batak Bersatu mengkritik langkah ini sebelum nya, menilai bahwa wilayah Belawan memang dalam kondisi darurat kriminal dan membutuhkan tindakan tegas dari aparat kepolisian. Pernyataan tersebut juga diperkuat dengan situasi nyata di Medan dan sekitarnya, di mana kasus begal dan premanisme sering kali membuat warga resah.

BACA JUGA:  Dituduh Begal Mata Dilakban Oknum Reskrim Polrestabes Medan Pukuli dan Siksa Wartawan

Di sisi lain, beberapa pakar hukum menilai bahwa tindakan “tembak di tempat” harus memiliki landasan hukum yang kuat agar tidak berpotensi melanggar hak asasi manusia.

Dalam hukum pidana Indonesia, penggunaan senjata api oleh aparat kepolisian diatur dengan ketat. Polisi harus memastikan bahwa tindakan mereka sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku dan dilakukan sebagai upaya terakhir dalam kondisi yang membahayakan nyawa.

Dalam kasus AKBP Oloan, investigasi lebih lanjut diperlukan untuk memastikan apakah tembakan yang dilepaskannya telah sesuai dengan prinsip hukum dan aturan kepolisian.

Kompolnas dan Transparansi Penyelidikan

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) turut serta dalam penyelidikan kasus ini. Namun, beberapa pihak mengkritik langkah Kompolnas yang dinilai terlalu cepat dalam mengambil kesimpulan mengenai tindakan Kapolres Belawan.

Spekulasi pun muncul mengenai apakah ada sentimen pribadi atau kepentingan tertentu dalam proses pemeriksaan terhadap Oloan. Publik berharap agar penyelidikan dilakukan secara transparan dan obyektif, tanpa adanya intervensi politik atau kepentingan individu dalam pengambilan keputusan.

Pelajaran dari Kasus Kapolres Belawan

Kasus ini menjadi cerminan penting bagi institusi kepolisian. Jika ada kebijakan “tembak di tempat” terhadap pelaku kejahatan yang membahayakan nyawa, maka harus ada landasan hukum yang jelas agar tidak menimbulkan ketidakpastian bagi anggota di lapangan. Selain itu, keputusan dalam menangani kasus seperti ini harus dilakukan secara transparan dan mempertimbangkan aspek hukum serta hak asasi manusia.

Reaksi Publik

Saat ini, publik masih menunggu hasil investigasi dari Mabes Polri dan Kompolnas mengenai apakah tindakan Kapolres Belawan memang sudah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku atau justru terdapat pelanggaran dalam tindakannya. Apa pun hasilnya, kasus ini menunjukkan bahwa kepolisian perlu memastikan kebijakan yang dibuat tidak hanya tegas dalam pernyataan, tetapi juga memiliki kejelasan hukum yang dapat melindungi anggotanya dalam menjalankan tugas.

BACA JUGA:  Tingkatkan Kemampuan Komunikasi Personel, Polres Inhu Gelar Pelatihan Public Speaking

Reaksi Ormas Sosial Masyarakat

Ketua umum pejuang Batak Bersatu Martin Siahaan Nyatakan Jika Oloan Salah dalam Hal melakukan penembakan terhadap dugaan begal yang ingin menyerang pribadinya maka kapolda dan kapolri juga harus salah yang pernah memberikan pernyataan “Tembak di Tempat Bagi Pelaku Begal,” pungkas martin menutup pernyataannya.

Apakah tindakan Kapolres Belawan seharusnya mendapatkan dukungan penuh, atau memang perlu ada evaluasi lebih lanjut? Hal perubahan penegakan hukum di indonesia seharusnya secepatnya di lakukan. (Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *