
SiasatNusantara.com-Pahae||
Peristiwa keributan yang terjadi di Nahomob Marsada kecamatan Pahae Jae pada tanggal 30 Oktober 2024 sekitar pukul 23.45 Wib lalu, telah membuat trauma RS, korban salah tangkap yang dilakukan personil Polres Tapanuli Utara. Didampingi kuasa hukum nya, Dwi Ngai Sinaga, SH, RS menceritakan kronologis peristiwa yang menurutnya sangat aneh, sebab, saat peristiwa terjadi dia tidak berada di lokasi kejadian dan sedang di Tarutung melayat di rumah sahabatnya yang sedang berduka.
“Saya ceritakan sedikit, pada tanggal 24 November 2024, sekitar pukul 07.00 Wib saya ditangkap pihak Polres Taput dari rumah. Saat diperiksa saya mengatakan bahwa tidak ada dilokasi saat kejadian. Beberapa teman juga sudah memberi keterangan bahwa saya juga tidak ada ikut dilokasi pada peristiwa keributan itu, “terang RS saat melakukan konferensi pers didampingi kuasa hukum pribadinya, Dwi Ngai Sinaga, SH didampingi Rinto Well D Sihombing, S. H, Sultan Hermanto Sihombing, S.H. Minggu di sekretariat tim hukum dan Posko Pengaduan Satika-Sarlandy, Jalan Dr. Ferdinand Lumbantobing Desa Simamora Kecamatan Tarutung kabupaten Tarutung, Senin (25/11).
RS juga mengaku trauma bercampur kesal sebab, dia melihat tindakan tidak profesional dari pihak Polres Taput dalam penanganan hukum karena sesuka hati melakukan penangkapan dan langsung menetapkan status tersangka terhadap seseorang tanpa memiliki bukti dan fakta.
RS menerangkan, ketika peristiwa penangkapan dan penetapan dirinya menjadi tersangka viral di media sosial, pihak Polres Taput langsung menyuruh nya membuat video testimoni yang isi teks untuk dibacakan merupakan konsep dari pihak Polres Taput. “Jadi isi teks yang dibacakan untuk video testimoni itu merupakan konsep dari penyidik polres Taput, istri saya hanya membacakan, jadi bukan keinginan kami pada saat itu. Selanjutnya, saya diperiksa penyidik dan karena tidak terbukti saya dilepaskan dengan status sebagai saksi, “terangnya.
Sementara itu, tim kuasa hukum pribadi dari RS, Dwi Ngai Sinaga, SH mengucapkan terimakasih kepada Kapolda Sumatera Utara karena telah mengutus bidang Propam Polda dan tim ke Tapanuli Utara menindaklanjuti laporan mereka beberapa waktu lalu terkait penanganan hukum polres Taput yang tidak netral dalam menjalankan tugas sebagai pengayom dan pelindung masyarakat.
“Yang ingin kami sampaikan pada konfrensi pers hari ini, kami mau mengatakan, cerita tentang salah tangkap oleh Polres Taput terhadap klien kami adalah benar dan bukan hoax. Itu bisa dibuktikan dengan laporan kami direspon Poldasu melalui kanit propam yang hari ini turun ke Polres Taput, “ungkapnya.
Menurut Dwi turunnya tim bidang Propam Poldasu ke Polres Taput sedikit mengobati kepercayaan masyarakat kepada Polres Taput yang juga adalah bagian dari kepolisian negara Republik Indonesia.
“Klien saya tadi sudah menjelaskan kronologis penangkapan dan penetapan status tersangka dan selanjutnya diturunkan statusnya sebagai saksi sementara semua yang dituduhkan kepada nya oleh penyidik Polres Taput tidak beralasan karena dirinya tidak berada dilokasi saat itu, dan tidak ada terlibat menjadi tim kampanye di tim 01 maupun tim 02,”tegas nya.
Atas dasar itu, Dwi Ngai Sinaga bersama tim memastikan penangkapan dan penetapan tersangka yang dilakukan terhadap RS, DP, YS adalah salah tangkap dan rekayasa yang dilaporkan oleh pihak paslon 02 beserta para saksi-saksi yang diduga kuat akibat adanya keberpihakan oknum petinggi di Polres Taput yang memihak salah satu kandidat dan tidak netral.
Sangat menarik dimana sebut Dwi, Pasal yang ditetapkan penyidik Polres Taput terhadap ke empat tim paslon 01 yang ditangkap diduga telah direkayasa.
“Karena penangkapan klien kami itu sangat ceroboh sebab pada surat penangkapan diatas pasal pencurian dibawa pasal penganiayaan. Dan parahnya lagi, klien kami atas nama Desi Pane dua kali mendapatkan surat penetapan sebagai tersangka. Dimana rekaman video yang membuktikan DS, RZS dan YS terang-terangan melakukan pemukulan ataupun pencurian. Bisa kita bayangkan situasi ramai massa dan kalau begitu kenapa hanya empat orang yang ditangkap pastilah lebih dari itu, “sebut Dwi lagi.
Hal yang paling aneh menurut keterangan RS, saat diperiksa ada lima saksi menyebutkan kliennya berada di lokasi dan memukul pelipis kiri matanya, ternyata telah diselidiki tidak ada. ” Kalau keterangan lima saksi ini saja sudah diragukan bagaimana dengan ke tiga orang klien kami yang juga telah ditahan karena di tetapkan sebagai tersangka, “sebut Dwi heran.
Untungnya, sambung pengacara muda ini lagi, RS telah memfotokan sebagai bukti statusnya yang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan lalu dilepas penyidik Polres Taput dan statusnya diturunkan sebagai saksi pada peristiwa tersebut.
“Jadi jangan diplesetkan dan digunakan kewenangannya untuk mengkriminalisasi klien kami tersebut, ” tegas Dwi.
Atas dasar itulah sebut Dwi Sinaga meminta copot kapolres Taput agar bertanggung jawab terhadap anggotanya Kasat, KBO dan Kanit Reskrim karena sudah melakukan tindakan masif dan terorganisir.
“Saya katakan demikian, karena peristiwa ini tidak ada yang sesuai dan yang lebih jelasnya saksi mereka sangat diragukan. Dan kedua, kami melaporkan juga proses penanganan perkara pornografi. Disini polres Taput harus bertanggung jawab terhadapa para anggotanya dan tidak ada katanya Kapolres Taput dan KBO tidak mengetahui. Saat saya tanya apa alasan penetapan tersangka kepada RS, KBO malah mengatakan tidak tahu dan menyuruh kami menanyakan kepada penyidik begitu pun penyidik mengatakan agar ditanyakan kepada pimpinan, “sebut Dwi.
Saat ini terang benderang, Klien kami RS berani mengutarakan kasus yang dia alami. RS juga mengaku disuruh menandatangani surat pernyataan. Dia siap menerima konsekwensi bila keterangannya tidak sesuai kenyataan.
Kami minta agar Kapolri dan kapoldasu segera turun memperhatikan permasalahan ini agar citra kepolisian tidak buruk dan masyarakat semakin cinta dan percaya terhadap kinerja Polri terutama Polres Taput, “ungkapnya.
“Kami membantah statemen dari kasi humas dan kapolres Taput yang mengatakan tidak ada proses salah taingin terhadap klien kami, Kapolres bila ingin citra nya baik, segera tindak ulah oknum-oknum polisi nakal yang dapat menjatuhkan citra dan nama baik Polri, ” tegas lagi.
Senada dengan penegasan Dwi Sinaga, tim kuasa hukum Sultan Hermanto Sihombing, S.H menambahkan penangkapan pihak polres Taput terhadap RS sudah pasti salah tangkap. Hak itu juga dibuktikan karena, RS saat kejadian tidak sedang berada di lokasi dan tidak ada terlibat di tim kampanye manapun. Status RS dari tersangka dan diturunkan sebagai saksi juga terkesan tidak becusnya penanganan hukum di Polres Taput. “Ditetapkan menjadi tersangka di tahan lalu di turunkan status RS sebagai saksi. Saksi apa, karena dia juga awalnya tidak tahu kejadian itu sebelumnya namun ditangkap, “terang Sultan.
Sultan mengulang kembali kronologis peristiwa bentrok antara tim paslon 01 dan paslon 02, yang dimulai sejak dari kecamatan Simangumban, dimana iring-iringan mobil tim paslon 01 dilalui satu unit kendaraan ber branding paslon 02 sambil mengucapkan kata kata tidak pantas ke arah tim paslon 01. Dan tepat di simpang jalan Sitompul sudah ada pihak 02 sudah standby dan mengucapkan kata kata kotor.
“Yang mau saya pertanyakan, dengan sebegitu banyaknya perangkat dari Polres Taput, apakah tidak bisa mengetahui apa saja yang akan terjadi, apakah Kapolres Taput dapat menemukan motif apa yang tim 02 lakukan pada hari kejadian tersebut, ” terang Sultan. ( Arf/Soesy )